Pengertian
dari Pasar Persaingan Sempurna (Pasar Kompetitif), Pasar Monopoli dan Pasar
Oligopoli
a.
Pasar Persaingan Sempurna (Pasar
Kompetitif)
Pasar ini adalah pasar dengan jumlah penjual dan
pembeli yang sangat banyak di banding dengan jenis pasar lainnya. Barang dan
jasa yang di jual di pasar ini bersifat homogen dan tidak dapat dibedakan,
semua produk terlihat identic. Dalam pasar ini harga terbentuk melalui
mekanisme pasar dan hasil interaksi antara penawaran dan permintaan, sehingga
penjual dan pembeli di pasar ini tidak dapat memengaruhi harga, oleh karena itu
promosi dengan iklan tidak akan memberikan pengaruh terhadap penjualan produk.
Contoh
pasar persaingan sempurna (pasar kompetitif) : Pasar barang – barang atau
komoditi makanan pokok, seperti Pasar beras.
b.
Pasar Monopoli
Pasar ini adalah pasar yang hanya terdapat satu
kekuatan atau satu penjual atau satu perusahaan yang menguasai seluruh penawarannya.
Pada pasar ini tidak ada pihak lain yang menjadi pesaingnya, sehingga menjadi
pure monopoly atau monopoli murni. Perusahaan yang monopoli menghasilkan produk
yang tidak di produksi oleh perusahaan lain dan tidak ada pengganti yang mirip.
·
Contoh pasar monopoli : Perusahaan –
perusahaan Negara, seperti PLN.
c.
Pasar Oligopoli
Pasar ini adalah pasar yang dimana penawaran satu
jenis produk di kuasai oleh beberapa perusahaan. Biasanya jumlah perusahaan
lebih dari dua, akan tetapi kurang dari sepuluh. Produk yang di hasilkan oleh
perusahaan bersifat homogeny, serta tidak di bedakan dengan perusahaan yang
lain. Di pasar perusahaan atau produsen dapat bersaing secara langsung, tapi
dapat pula melakukan merger (penggabungan).
·
Contoh pasar oligopoly : Industri sepeda
motor, seperti Yamaha, Honda, Suzuki dan Kawasaki.
Kondisi
Pasar Monopoli dari Segi Etika Bisnis
Monopoli adalah
suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang
menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip
dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang
industri atau bisnis tertentu. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau
segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk didalamnya. Karena itu,
hampir tidak ada persaingan berarti. Perlu kita
bedakan anatara 2 macam monopoli:
·
Monopoli
Alamiah
·
Monopoli
Artifisial
Ada beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian dalam kaitan dengan ketimpangan ekonomi yang ditimbulkan
oleh praktek monopoli:
1.
Perusahaan
Monopolistis diberi wewenangan secara tidak fair untuk menguras kekayaan
bersama demi kepentingannya sendiri dalam selubung kepentingan bersama.
2.
Rakyat atau
konsumen yang sudah miskin dipaksa untuk membayar produk monopolistis yang jauh
lebih mahal.
3.
Ketimpangan
ekonomi akibat praktek monopoli juga berkaitan dengan tidak samanya peluang
yang terbuka bagi semua pelaku ekonomi oleh adanya praktek ekonomi itu. Dari
masalah ketiga yang ditimbulkan oleh praktek monopoli artifisial adalah
terlarangnya kebebasan kebebasan baik pada konsumen maupun pada pengusaha.
Kondisi
Pasar Persaingan Sempurna (Pasar Kompetitif) dari Segi Etika Bisnis
Pasar
persaingan sempurna terjadi ketika jumlah produsen sangat banyak sekali dengan
memproduksi produk yang sejenis dan mirip dengan jumlah konsumen yang banyak.
Free market competitions atau yang biasa kita kenal dengan pasar bebas,
merupakan pasar dimana didalamnya tidak ada unsur intervensi (campur tangan)
dari pemerintah. Mekanisme pasar atau tarik ulur antara demand dan supply
adalah yang mendasari berjalannya transaksi pasar. Dalam free market
competitions biasanya bentuk pasar adalah pasar persaingan sempurna. Melihat
kondisi pasar perdagangan internasional sekarang ini, metamorfosis pasar
diperkirakan akan menuju ke arah suatu bentuk pasar “free market competition”.
Karena pasar bebas merupakan bentuk pasar yang paling adil.
Ada
dua etika yang harus di pegang oleh para pelaku pasar agar pasar selalu dalam
kondisi ideal dan fairness, yaitu :
Pertama,
pasar harus dalam kondisi ekuiblirium. Teori ekonomi mengenal ekuiblirium
sebagai titik pertemuan antara demand dan supply. Dalam etika pasar islami,
ekuiblirium diartikan sebagai titik pertemuan persamaan hak antara pembeli dan
penjual. Hak yang seperti apa Hak pembeli untuk mendapatkan barang dan hak
penjual untuk mendapatkan uang yang sepantasnya dari barang yang dijualnya.
Dalam konteks hak ini, kewajiban-kewajiban masing-masing pihak harus terpenuhi
terlebih dahulu, kewajiban bagi penjual untuk membuat produk yang berkualitas
dan bermanfaat dan bagi pembeli untuk membayar uang yang sepantasnya sebagai
pengganti harga barang yang dibelinya.
Kedua,
adanya optimasi manfaat barang oleh pembeli dan penjual. Dapat diartikan
sebagai pertemuan antara kebutuhan pembeli dengan penawaran barang oleh penjual
sebagai bentuk ta’awun atau lebih keren kita sebut sebagai bertemunya need dan
order. Bertemunya dua hal ini, menjadikan barang yang ditransaksikan membawa
manfaat, dan menghilangkan kemubadziran dan kesia-siaan.
Pasar
dan Perlindungan Terhadap Konsumen
Banyak orang percaya bahwa konsumen secara otomaris
terlindungi dari kerugian dengan adanya pasar yang bebas dan kompetitif, dan
bahwa pemerintah atau para pelaku bisnis tidak mengambil langkah –langkah yang
di perlukan untuk menghadapi masalah ini. Pasar bebas mendukung alokasi,
penggunaan dan distribusi barang – barang yang dalam artian tertentu adil,
menghargai hak dan memiliki nilai kegunaan maksimum bagi orang-orang yang
berpartisipasi dalam pasar. Di pasar seperti ini konsumen di katakan “berdaulat
penuh”, saat konsumen menginginkan dan bersedia membayar untuk suatu produk,
para penjual memeroleh insentif untuk memenuhi keinginan mereka.
Dalam pendekatan pasar terhadap perlindungan
konsumen, keamanan konsumen di lihat sebagai produk yang paling efisien bila di
sediakan melalui mekanisme pasar bebas, di mana penjual memberikan tanggapan
terhadap permintaan konsumen.
Adapun kewajiban konsumen untuk melindungi
kepentingannya atau pun produsen yang melindungi kepentingan konsumen, sejumlah
teori berbeda tentang tugas etis produsen telah di kembangkan, masing –masing
menekankan keseimbangan yang berbeda antara kewajiban konsumen kepada dirinya
sendiri dengan kewajiban produsen kepada konsumen, meliputi pandangan kontrak, pandangan
“due care” dan pandangan biaya sosial, berikut adalah penjelasannya :
1.
Pandangan Kontrak Kewajiban Produsen
Terhadap Konsumen
Menurut pandangan ini, hubungan antara perusahaan
dengan konsumen pada dasarnya merupakan hubungan kontraktual, dan kewajiban
moral perusahaan kepada konsumen adalah seperti yang di berikan dalam hubungan
kontraktual. Pandangan ini menyebutkan bahwa saat konsumen membeli sebuah
produk, konsumen secara suka rela menyetujui “kontrak penjualan” dengan
perusahaan. Pihak perusahaan secara sukarela dan sadar setuju untuk memberikan
sebuah produk kepada konsumen dengan karakteristik tertentu dan konsumen juga
dengan sukarela dan sadar setuju membayar sejumlah uang kepada perusahaan untuk
produk tersebut.
2.
Teori Due Care
Teori ini menerangkan tentang kewajiban perusahaan
terhadap konsumen di dasarkan pada gagasan bahwa pembeli atau konsumen tidak
saling sejajar, dan bahwa kepentingan – kepentingan konsumen sangat rentan
terhadap tujuan – tujuan perusahaan yang dalam hal ini memiliki pengetahuan dan
keahlian yang tidak di miliki konsumen. Karen produsen berada dalam posisi yang
lebih menguntungkan, mereka berkewajiban untuk menjamin bahwa kepentingan –
kepentingan konsumen tidak di rugikan oleh produk yang mereka tawarkan.
Pandangan due care ini juga menyatakan bahwa konsumen harus bergantung pada
keahlian produsen, maka produsen tidak hanya berkewajiban untuk memberikan
produk yang sesuai klaim yang di buatnya, tetapi juga wajib berhati – hati
untuk mencegah agar orang lain tidak terluka oleh produk tersebut, sekalipun
perusahaan secara eksplisit menolak pertanggungjawaban ini bila mereka gagal
memberikan perhatian yang seharusnya bisa di lakukan dan perlu di lakukan untuk
mencegah agar orang lain tidak di rugikan oleh penggunaan suatu produk.
3.
Pandangan Teori Biaya Sosial
Teori ini menegaskan bahwa produsen bertanggungjawab
atas semua kekurangan produk dan setiap kekurangan yang dialami konsumen dalam
memakai produk tersebut. Teori ini merupakan versi yang paling ekstrim dari
semboyan “caveat vanditor” (hendaknya si penjual berhati – hati). Walaupun
teori ini menguntungkan konsumen, rupanya sulit mempertahankannya juga. Kritik
yang dapat di ungkapkannya sebagai berikut, pertama teori biaya sosial
tampaknya kurang adil, karena menganggap orang bertanggungjawab atas hal – hal
yang tidak di ketahui atau tidak bisa di hindarkan, kedua membawa kerugian
ekonomis, bila teori ini di praktekan maka produsen terpaksa harus mengambil
asuransi terhadap kerugian dan baiaya asuransi itu bisa menjadi begitu tinggi,
sehingga tidak terpikul lagi oleh banyak perusahaan.
Etika
Iklan
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, iklan ditinjau dari dua segi, yaitu sebagai kata
benda dan kata kerja. Iklan sebagai kata benda berarti berita atau pesan
untuk mendorong dan membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa
yang ditawarkan; atau pemberitaan kepada khalayak mengenai barang atau jasa
yang dijual, yang dipasang pada media massa (surat kabar dan majalah) atau
ditempat umum. Sebagai kata kerja, iklan berarti memberitahukan atau
memperkenalkan kepada umum. Dari pengertian di atas, iklan sebagai media,
yang diharapkan dapat mendorong, memiliki kedekatan antara iklan sebagai benda
dan iklan sebagai muatan bisnis, yang berupa rekayasa. Dengan demikian
iklan secara keseluruhan seharusnya dapat dimengerti sebagai mediator yang dibuat
semenarik mungkin tanpa mengurangi bobot dan misinya.
Menurut
Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya
pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud
menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang
diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif
terhadap ideaidea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di
dalam iklan tersebut
Pengertian
etika menurut PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) adalah
sekumpulan norma/asas/sistem perilaku yang dibuat oleh sekelompok tertentu yang
harus dibuat oleh sekelompok tertentu yang harus ditaati oleh individu/kelompok
individu yang menjadi anggotanya atas dasar moralitas baik buruk atau benar
salah untuk hal/aktivitas/budaya tertentu. Periklanan adalah proses
pembuatan dan penyampaian pesan yang dibayar dan disampaikan melalui sarana
media massa yang bertujuan menunjuk konsumen untuk melakukan tindakan
membeli/mengubah perilakunya.
Etika memiliki beberapa sifat dasar
yang berlaku universal, yaitu :
1. Punya
nilai moral (baik buruk, benar salah)
2. Punya
nilai sosial (melindungi kepentingan orang yang lebih banyak)
3. Bersifat
relatif (sesuatu yang dianggap baik/benar pada kelompok/era tertentu belum
tentu baik/benar pada kelompok/era lainnya)
4. Buatan
manusia (dibuat karena suatu kebutuhan untuk mengatur perilaku sesama demi
kepentingan masyarakat banyak)
5. Melestarikan
tujuan bersama (kelanggengan eksistensi kebersamaan untuk mencapai tujua kelompok)
Ciri
– ciri iklan yang baik, antara lain :
a. Etis
: berkaitan dengan kepantasan.
b. Estetis
: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiens, kapan harus
ditayangkan).
c. Artistik
: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak
Fungsi
Periklanan
Periklanan
mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi
pada kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada
iklan yang semata-mata persuasif. Iklan tentang produk baru biasanya mempunyai
informasi yang kuat. Misalnya tentang tempat pariwisata dan iklan tentang harga
makanan di toko swalayan. Sedangkan iklan tentang produk yang ada banyak
mereknya akan memiliki unsur persuasif yang lebih menonjol, seperti iklan tentang
pakaian bermerek dan rumah (Bertens, 2000 : 265)
Prinsip
moral dalam periklanan
Terdapat
paling kurang 2
prinsip moral, sehubungan dengan penggagasan mengenai etika dalam iklan. Ketiga
prinsip itu adalah :
(1)
Prinsip Kejujuran
Prinsip
kejujuran berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali
dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan
barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan
menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan disini adalah bahwa isi iklan
yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya
dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi
logis adalah upaya manipulasi dengan motif apapun juga
(2)
Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa
iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin
ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutan imperatif (imperative requirement).
Iklan
semestinya menghormati hak dan tanggungjawab setiap orang dalam memilih secara
bertanggungjawab barang dan jasa yang ia butuhkan, ini berhubungan dengan
dimensi jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa
tertentu menentukan status sosial dalam masyarakat, dan lain-lain
Hal-hal
yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam sebuah iklan
Dalam
etika pariwara Indonesia juga dimuat tentang apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan dalam mengiklankan sebuah produk yaitu:
1. Pemeran
iklan yang tertuang sebagai berikut
a. Anak-anak tidak boleh
digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak,
tanpa di dampingi orang dewasa.
b. Iklan tidak boleh
memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang berbahaya, menyesatkan atau
tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.
c. Iklan tidak boleh
menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu produk yang bukan
untuk anak-anak.
d. Iklan tidak boleh
menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester power) anak-anak
dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anak-anak
mereka akan produk terkait.
2. Iklan tidak boleh meniru
ikon atau atribut khas yang telah lebih digunakan oleh sesuatu iklan produk
pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
3. Iklan tidak boleh
merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
4. Iklan tidak boleh
menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan
orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
5. Iklan tidak boleh dengan
sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan
produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan
tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi
musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan,
bentukmerek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar,
komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan
properti.
6. Pemakaian Kata “Gratis”,
Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam
iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang
dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
Etika
periklanan di Indonesia diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). EPI
menyusun pedoman tata krama periklanannya melalui dua tatanan, antara lain :
1. Tata
Krama (Code of Conducts)
Metode
penyebarluasan pesan periklanan kepada masyarakat, yang bukan tentang unsur
efektifitas, estetika, dan seleranya. Adapun ketentuan yang dibahas
meliputi :
a) Tata
krama isi iklan
b) Tata
krama ragam iklan
c) Tata
krama pemeran iklan
d) Tata
krama wahana iklan
2. Tata
Cara (Code of Practise)
Hanya
mengatur praktek usaha para pelaku periklanan dalam memanfaatkan ruang dan
waktu iklan yang adil bagi semua pihak yang saling berhubungan. Ada 3
asas umum yang EPI jadikan dasar, yaitu :
a. Jujur,
benar, dan bertanggungjawab.
b. Bersaing
secara sehat.
c. Melindungi
dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan,
serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Hukum
di Indonesia yang Mengatur sebuah Iklan
Hukum
diciptakan sebagai suatu sarana atau instrument untuk mengatur hak-hak dan
kewajiban subjek hukum agar masing-masing subjek hukum dapat menjalankan
kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya secara wajar. Seperti
yang sudah dijelaskan dalam latar belakang, regulasi atau peraturan yang
mengatur adanya konten negative dalam sebuah iklan sebenarnya telah
diterbitkan, namun tetap saja seringkali dijumpai konten-konten negative
tersebut bermunculan dan tidak kunjung mendapatkan pengawasan dari pihak yang
berwewang.
Beberapa
produk hukum yang seharusnya mengatur adanya konten negative dalam iklan bisa
ditemukan seperti :
1. Kode
Etik Periklanan Indonesia
2. Undang-Undang
Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi
3. P3SPS
Pasal 14 dan 16
4. Pasal
49 tentang Siaran Iklan.
Semua produk hukum diatas telah menerbitkan
regulasinya yang seharusnya ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Kode etik periklanan telah memberi penjelasan dalam beberapa pointnya tentang
dilarangnya konten pornografi dalam sebuah iklan. Ciri-ciri iklan yang
baik menurut Etika Periklanan Indonesia adalah etis, estetis, dan
artistik. Etis berarti berkaitan dengan kepantasan, estetis berarti
berkaitan dengan kelayakan yang mencakup target pasar, target penonton dan
kapan harus ditayangkan sedangkan artistik berarti bernilai seni sehingga
mengundang daya tarik khalayak.
Sebagai
negara yang menganut budaya ketimuran dan memegang adat sopan santun dalam
segala sesuatunya (salah satu dalam kehidupan sehari-hari yaitu cara
berpakaian) seharusnya pembuat iklan atau pihak advertasi memperhatikan sasaran
konsumen yang akan dicapai oleh perusahaan tersebut. Dimana konsumen
mereka berada, bagaimana budayanya, dan bagaimana kebiasaan dari sasaran
konsumen mereka. Jika mereka membuat iklan dengan sasaran konsumen untuk
masyarakat Indonesia maka mereka juga harus mengerti bahwa masyarakat Indonesia
adalah masyarakat yang memegang adat sopan santun dan bukan buadaya barat.
1.
Etika
Produksi
Etika
Produksi adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan
tentang benar dan salahnya hal hal yang dikukan dalam proses produksi atau
dalam proses penambahan nilai guna barang.
Tujuan
Produksi antara lain :
1.
Memperbanyak jumlah barang dan jasa
2.
Menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi
3.
Memenuhi kebutuhan sesuai dengan peradaban
4.
Mengganti barang-barang yang rusak atau habis
5.
Memenuhi pasar dalam negeri untuk perusahaan dan rumah tangga
6.
Memenuhi pasar internasional
7.Meningkatkan
kemakmuran
2.
Privasi atas Konsumen
Pengertian
privasi konsumen
Claire
(2004) menerangkan bahwa privasi merupakan bentuk perlindungan kepribadian.
Penjelasan ini menerangkan bahwa privasi adalah suatu situasi dimana seseorang
diperbolehkan untuk menjaga informasi individu. Selain itu, privasi diartikan
sebagai kemampuan individu untuk mengatur kelengkapan informasi pribadi, yang
mana informasi tersebut akan dibutuhkan dan digunakan pihak lain (Ackerman dan
Culnan, 2002).
Konsumen adalah orang yang membeli suatu
produk hanya untuk digunakan olehnya (pemakai akhir), bukan untuk dijual
kembali.
Hukum
yang memuat tentang privasi konsumen
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik “Data pribadi adalah
data perorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta
dilindungi kerahasiaan”. Perlindugan data pribadi merupakan hal yang penting
bagi konsumen itu sendiri dalam melakukan transaksi online sebab data pribadi
tersebut berhubungan dengan keamanan konsumen itu sendiri. Karena posisi
konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. (Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum
Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta.)
Oleh karena itu apabila terjadinya pembajakan data
pribadi yang dapat berakibat hilang, berubah atau bocornya data rahasia milik
konsumen, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik memberikan perlindungan hukum terhadap keamanan data elektronik
tersebut dari pengaksesan ilegal yang terdapat dalam Pasal 30 dan Pasal 46
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Adapun bunyi dari Pasal 30 dan Pasal 46 tersebut yaitu:
Pasal
30 berbunyi :
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos,
melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal
46 berbunyi :
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Berdasarkan uraian tersebut diatas konsumen
mendapatkan perlindungan terhadap privasinya dimana dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah menjamin
perlindungan konsumen terhadap privasinya.
3.
Multimedia Etika Bisnis
Etika
dalam berbisnis tidak dapat diabaikan, sehingga pelaku bisnis khususnya
multimedia, dalam hal ini perlu merumuskan kode etik yang harus disepakati oleh
stakeholder, termasuk di dalamnya stasiun TV, radio, penerbit buku, media masa,
internet provider, event organizer, advertising agency, dll.
Internet
memungkinkan siapa saja bisa
mempublikasikan informasi dengan cepat dan instan dengan biaya kecil (zero
cost). Internet bersifat dinamis, interaktif,
dan memungkinkan pertukaran pikiran dan gagasan. Di
ranah jurnalisme, internet melahirkan jurnalisme online dan menawarkan saluran
informasi baru berupa media online. Foust (2005) mencatat beberapa kekuatan
atau potensi jurnalisme online sebagai sumber informasi utama bagi masyarakat,
antara lain:
pertama, audience bias lebih leluasa
dalam memilih berita yang ingin didapatkannya (audience control).
Kedua,setiap berita yang disampaikan
dapat berdiri sendiri (nonlienarity).
Ketiga, berita
tersimpan dan bisa diakses kembali dengan mudah oleh masyarakat (storage and retrieval).
Keempat, jumlah berita yang disampaikan
menjadi jauh lebih lengkap (unlimited
space).
Kelima, informasi
dapat disampaikan secara cepat dan langsung kepada masyarakat (immediacy).
Keenam, redaksi
bisa menyertakan teks, suara, gambar animasi, foto, video dan komponen lainnya
di dalam berita yang akan diterima oleh masyarakat (multimedia capability).
Ketujuh, memungkinkan adanya
interaksi(interactivity).
Kehadiran jurnalisme online telah
merevolusi pemberitaan dimana kecepatan menjadi faktor utama. Kini, berita
bukan lagi peristiwa yang ‘telah berlangsung’, tetapi peristiwa yang ‘sedang
berlangsung’ yang disiarkan media. Jurnalisme online yang disiarkan melalui
internet menyajikan berita yang memungkinkan pengguna untuk meng-update berita
dan informasi secara cepat dan saling berhubungan. Karena itu, orang melihat
internet sebagai media yang ‘cepat’ dari pada
yang ‘lebih detil’ menyajikan informasi.